Permata dan Ekonomi Kerakyatan di Negeri Ratna Mutu Manikam

Sejak (mantan) Presiden SBY memberikan batu permata jenis Bacan pada Presiden Obama, pamor batu lokal pun melonjak. Batu Bacan, Obi menjadi buruan banyak pecinta permata. Bahkan seiring dengan itu, banyak orang pun mulai melirik dan tertarik dengan batu permata. Peluang pasar pun terbuka lebar. Sebuah pekerjaan sederhana dengan bahan baku melimpah yang mempunyai nilai ekonomis pun terbuka lebar. Para pemuda mendapat angin segar ditengah himpitan ekonomi saat ini.

Stok bahan baku yang melimpah dinusantara, tidak lepas dari struktur alamnya yang unik. Tak salah bila negeri ini dijuluki "Ratna Mutu Manikam". Kalimantan, sudah menjadi penghasil permata jauh sebelum mantan Presiden SBY berkuasa. Maluku melalui jenis batu yang ditemukan di Bacan, Obi dan Doko. Saat ini, Aceh sudah memunculkan Lumut Aceh, jenis Idocrase. Belum lagi pulau Jawa mulai dari Garut hingga Tulung Agung dengan berbagai jenis Akiknya. Sulawesi dengan Batu Verbeek yang beragam. Bahkan masih banyak jenis batuan yang belum diteliti di Laboratorium Gemstone.
Idocrase asal Soroako
Mencari bongkahan, memotong, membentuk dan memoles batu menjadi permata saat ini adalah sebuah pekerjaan alternatif. Mudah, murah dan meriah. Cukup sedikit nyali untuk mendatangi tempat yang diduga mengandung permata, palu untuk mengambil bongkahan, gerinda dan ampelas. Ditambah sedikit kesabaran untuk mengolahnya, sudah cukup menghasilkan permata yang indah.

Memotong, membentuk dan menggosok bongkahan

Aspek Ekonomi dan Ekologi
Secara sederhana, aspek ekonomi permata dibagi atas produksi, distribusi dan konsumsi. Sekaitan produksi, ada dua yaitu pengambilan bahan baku dan proses pembuatan. Di tempat yang mengandung permata, mesti dikelola dengan baik. Yaitu, bahan baku (bongkahan) tidak dikirim keluar. Tetapi digunakan oleh pengrajin lokal. Kebiasaan mengirim bahan baku/bahan mentah mesti dibuang jauh-jauh. Apalagi jika eksploitasinya berlebihan, hanya akan menyisakan kerusakan alam bagi penduduk setempat.

Idealnya, batu lokal dikelola oleh pengrajin lokal pula. Sehingga biaya produksi lebih rendah. Bila dikirim keluar, tentu kita hanya bisa berharap barang jadi (permata) yang harganya pasti lebih mahal dan kurang menyerap lapangan kerja. Kurang elok jika warga daerah penghasil yang menjadi konsumennya. Apalagi untuk membuat permata, tidak dibutuhkan keahlian tinggi untuk menghasilkan sebuah permata yang cantik. Tidak perlu sekolah kesana kemari yang banyak makan biaya. Begitupun alat produksinya tergolong murah. Tidak perlu beli mesin yang mahal. Cukup sebuah gerinda.

Peran pemerintah dan pemerintah daerah tentunya adalah membuat regulasi yang memperhatikan aspek ekologi dan ekonomi. Regulasi itu tentunya harus mengutamakan kesejahteraan rakyat. Sehingga tidak didominasi oleh orang orang tertentu. Memang untuk hal ini butuh pemikiran yang mendalam agar lahir aturan yang benar benar berpihak pada rakyat. Bukan mensejahterakan oknum oknum tertentu diatas keringat orang orang kecil. 
Bongkahan jenis Obi
Pemerintah juga (seharusnya) berperan penting untuk menaikkan pamor batu lokal. Seperti (mantan) Presiden SBY yang menjadikan batu Bacan sebagai  cenderamata pada Presiden Obama. Perlu langkah-langkah populer untuk mengangkat batu lokal. Setidaknya menjadikan batu lokal sebagai tuan rumah dinegerinya sendiri, Ratna Mutu Manikam. Apalagi jika menjadi komoditas ekspor, tentu nilai ekonomisnya akan berefek pada kesejateraan rakyat.
Perlu inventarisasi batu lokal, diteliti dan dikatalogkan sebagai kekayaan bangsa. Jangan sampai bongkahan dikirim keluar dan diproduksi dan diklaim dari luar negeri. Tentu disini peran negara untuk memprotek kekayaan alamnya. Bukan lagi dengan mengundang investor asing agar ada bagi hasil yang tidak berimbang yang membuat rakyat miskin ditanahnya sendiri.


EmoticonEmoticon